Apotekerdi Puskesmas harus memastikan bahwa obat-obatan diatur secara efisien dan tersedia dengan jumlah yang cukup sebelum berfokus pada penyediaan layanan farmasi klinik. Selama bertahun-tahun dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa apoteker menghabiskan banyak waktu dan biaya untuk melakukan penyiapan logistik farmasi.
Deskripsi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 74 tahun 2016, standar pelayanan kefamarsian di Puskesmas terdapat indikator pelayanan informasi obat kepada masyarakat. Puskesmas berdasarkan Permenkes No 43 tahun 2019 didefinisikan sebagai fasilitas pelayanan yang mengutamakan upaya kesehatam masyarakat dan upaya kesehatan perorangan yang lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif diwilayah kerjanya. Farmasi merupakan salah satu hal yang fundamental yang harus ada di Puskesmas. Setelah dilakukan survey di lapangan didapatkan data bahwa sebanyak 34,1% masyarakat menyediakan antibiotik dirumah,50,6% masyarakat minum obat sediaan sirup dengan sendok makan/teh, 15,3% masyarakat menyimpan semua obat obatan di kulkas, 47,7% masyarakat tidak memusnahan obat sebelum dibuang 39,6% masyarakat membeli obat di warung/toko obat. Dan data PTSP Kelurahan izin Pedagang Obat Eceran di wilayah Cakung baru ada 3 tempat yakni di 3 mol besar diwilayah cakung. Hal ini yang menyebabkan timbulnya masalah kesehatan di masyarakat, seperti penyalahgunaan obat, terutama di kalangan remaja juga penggunaan obat yang masih salah di masyarakat. Instalasi Farmasi Puskesmas Kecamatan Cakung mendapatkan laporan penyalahgunaan obat oleh remaja dari guru dan masyarakat. Selain itu, Puskesmas Kecamatan Cakung juga menemukan 1 kasus pasien jiwa akibat kecanduan dari penyalahgunaan obat. kecamatan Cakung mempunyai jumlah remaja tertinggi ke- se—DKI Jakarta. Selain itu, remaja merupakan generasi emas yang menentukan masa depan bangsa Indonesia sehingga harus mempunyai pengetahuan tentang obat agar terhindar penyalahgunaan obat. Unit Kesehatan Masyarakat Farmasi sangat penting untuk ada di Puskesmas. Dalam meningkatkan pengetahuan remaja kami menggunakan metode FGD Focus Group Discussion untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja terhap obat, Quiz, Wa Group. Selain remaja kami jg mengelola ibu-ibu menjadi kader obat. Kami sebut mreka ibu cermat dan raja cermat selain itu kami mempunyai beberapa inovasi yaitu kotak antibiotik, SI TAYO SISTEM TANYA OBAT puskesmas cakung, senam cermat, SK satgas terpadu untuk toko obat dari Pak camat , warung cerdas menggunakan obat dengan semua itu harapannya dapat membentuk budaya cerdas menggunakan obat dengan CO-TABLET
Penelitiandilakukan dalam waktu 3 bulan di 63 Puskesmas kota Surabaya dengan responden 63 dokter. Instrumen yang digunakan "Kuesioner Kolaborasi Dokter" yang meliputi variabel bebas (karakteristik pertukaran dengan domain kepercayaan, hubungan inisiasi dan peran spesifikasi) dan variabel terikat (praktik kolaborasi). Sediaan farmasi yang didalamnya termasuk obat, merupakan sesuatu yang esensial dan tidak terpisahkan dari upaya kesehatan. Pemerintah pun memasukkan subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan di dalam Sistem Kesehatan Nasional. Standar kefarmasian yang baik, meliputi pengelolaan sediaan farmasi yang maksimal akan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai dimulai dari perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan serta pemantauan dan evaluasi. Indikator-indikator tersebut menjadi tolak ukur seberapa efektif dan maksimal pelayanan kefarmasian. Manuskrip ini menggunakan metode kajian pustaka dengan mengkaji empat artikel dari 605 artikel yang ditemukan. Didapatkan hasil bahwa masih kurang optimalnya segala aspek mulai dari perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, dan pendistribusian. Hal ini bisa disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal dari Puskesmas. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free ANALISIS PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI DI PUSKESMAS KAJIAN PUSTAKA Alvian Sanjaya Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia ABSTRAK Sediaan farmasi yang didalamnya termasuk obat, merupakan sesuatu yang esensial dan tidak terpisahkan dari upaya kesehatan. Pemerintah pun memasukkan subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan di dalam Sistem Kesehatan Nasional. Standar kefarmasian yang baik, meliputi pengelolaan sediaan farmasi yang maksimal akan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai dimulai dari perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan serta pemantauan dan evaluasi. Indikator-indikator tersebut menjadi tolak ukur seberapa efektif dan maksimal pelayanan kefarmasian. Manuskrip ini menggunakan metode kajian pustaka dengan mengkaji empat artikel dari 605 artikel yang ditemukan. Didapatkan hasil bahwa masih kurang optimalnya segala aspek mulai dari perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, dan pendistribusian. Hal ini bisa disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal dari Puskesmas. Kata kunci pengelolaan, sediaan farmasi, obat dan puskesmas ABSTRACT Pharmaceutical preparations, which include drugs, are essential and inseparable from health efforts. The government also includes the subsystem of pharmaceutical preparations, medical devices and food in the National Health System. Good pharmaceutical standards, including optimal management of pharmaceutical preparations, will improve the quality of health services. Management of pharmaceutical preparations and medical consumables starts from planning, requesting, receiving, storing, distributing, controlling, recording and reporting as well as monitoring and evaluation. These indicators become a benchmark for how effective and maximal pharmaceutical services are. This manuscript uses the literature review method by reviewing four articles from 605 articles found. The results showed that all aspects were still not optimal, starting from planning, requesting, receiving, storing, and distributing. This can be caused by internal or external factors from the public health centers. Keywords management, pharmaceutical preparations, drugs, public health centers PENDAHULUAN Indonesia saat ini berusaha untuk terus mengembangkan pembangunan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Agar tercipta pembangunan kesehatan yang terpadu, pemerintah membuat suatu kebijakan yang dapat digunakan sebagai acuan penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang saat ini dikenal dengan Sistem Kesehatan Nasional SKN yang disahkan melalui Peraturan Presiden No 72 Tahun 2012. SKN mencakup tujuh subsistem di dalamnya yaitu, subsistem upaya kesehatan, subsistem penelitian dan pengembangan kesehatan, subsistem pembiayaan kesehatan, subsistem sumber daya manusia kesehatan, subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan, subsistem manajemen, informasi dan regulasi kesehatan, dan subsistem pemberdayaan masyarakat. Semua subsistem saling terikat satu sama lain dan mempunyai keterikatan agar memiliki hubungan yang efektif. Salah satu yang berperan penting dalam upaya kesehatan khususnya kuratif adalah obat-obatan. Subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan menjamin agar obat dijamin selalu tersedia dan terjangkau guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Salah satu penyelenggaraan subsistem ini adalah upaya penyelenggaraan pelayanan kefarmasian yang terbagi dalam dua fasilitas pelayanan kesehatan utama yaitu puskesmas dan rumah sakit. Pusat kesehatan masyarakat puskesmas dan rumah sakit merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Puskesmas menurut Permenkes No 43 Tahun 2019 merupakan “fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif di wilayah kerjanya”. Standar pelayanan kefarmasian pada puskesmas telah diatur pada Permenkes No 74 Tahun 2016 Standar pelayanan kefarmasian meliputi dua standar ini yaitu, pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai dan pelayanan farmasi klinik. Pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai dimulai dengan melakukan perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan serta pemantauan dan evaluasi. Indikator-indikator tersebut menjadi tolak ukur seberapa efektif dan maksimal pelayanan kefarmasian. Beberapa permasalahan sediaan farmasi yang tercantum dalam dokumen SKN meliputi pasar sediaan farmasi masih didominasi oleh produksi domestik, sementara itu untuk memenuhi kebutuhan bahan baku kefarmasian masih dilakukan impor yang tercatat mencapai 85%. Permasalahan lain dari sediaan farmasi ini adalah belum dilaksanakannya penggunaan obat rasional di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan, terlihat masih banyaknya pengobatan yang dilakukan tidak sesuai dengan formularium. Selain itu pada Puskesmas sudah meresepkan 90% obat esensial generik, namun dari fasilitas kesehatan lainnya masih banyak yang menerapkan konsep obat esensial generik. Untuk mengatasi beberapa permasalahan tersebut, perlu pengelolaan sediaan farmasi yang adekuat yang dapat menjamin berkembangnya kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pada hakikatnya, pelayanan kefarmasian merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari upaya kesehatan sehingga perlu adanya kesesuaian dengan standar agar dicapai mutu pelayanan yang maksimal di masyarakat. Berdasarkan hal-hal tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui seperti apa pelaksanaan pengelolaan obat di fasilitas pelayanan kesehatan terutama pada puskesmas. Dengan mengacu pada indikator-indikator standar pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai dapat dilihat sudah seberapa baik puskesmas menjalankan standar yang sudah dibuat oleh pemerintah. METODE Metode penelitian yang digunakan dalam perancangan manuskrip ini adalah kajian pustaka. Penulis menggunakan kata kunci seperti “pengelolaan”, “sediaan farmasi”, “puskesmas”. Mesin pencari yang digunakan adalah Google Scholar, dengan rentang artikel yang diterbitkan yaitu sejak 2018-2021. Ditemukan sebanyak 605 artikel dengan kata kunci dan rentang waktu tersebut, namun dieliminasi menurut kriteria yang sesuai sehingga menjadi 4 empat artikel yang akan dikaji. Kriteria tersebut antara lain 1 merupakan artikel yang diterbitkan dalam rentang waktu tahun 2018-2021, 2 merupakan artikel penelitian kualitatif maupun kuantitatif, 3 menggunakan bahasa Indonesia, 4 dapat diunduh secara gratis, 5 dapat diakses secara penuh, 6 ruang lingkup penelitian adalah indikator standar pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakaiHASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Hasil Literatur Elka Emilia, Sudirman, Herlina Yusuf Manajemen Pengelolaan Obat di Puskesmas Lambunu 2 Kabupaten Parigi Moutong Puskesmas Lambunu II Kecamatan Bolano Lambunu Kabupaten Parigi Moutong Perencanaan dan pengadaan pengelolaan obat sudah baik, pendistribusian pengelolaan obat belum baik, penyimpanan obat belum memadai, dan pencatatan dan pelaporan sudah baik Rinda Jeyssi Mailoor, Franckie Maramis, Analisis Pengelolaan Obat di Puskesmas Puskesmas Danowudu Kecamatan Beberapa aspek sudah dijalankan dengan baik namun tetap perlu mendapat perhatian agar sesuai dengan standar pelayanan Lusyana Aripa , Sumardi Sudarman, Brunosius Alimin Pelaksanaan Pengelolaan Obat di Puskesmas Barombong Kota Makassar Puskesmas Barombong Kota Makassar Perencanaan, permintaan, penggunaan dan penghapusan obat sudah sesuai prosedur. Sedangkan pendistribusian obat belum sesuai prosedur. Anita Dessy Setiawati , Pinasti Utami Evaluasi Pengelolaan Obat di Puskesmas Kasihan 1 Tahun 2019 Puskesmas Kasihan 1 Kabupaten Bantul, Yogyakarta Puskesmas Kasihan 1 memenuhi 1 indikator sesuai standar sedangkan 6 indikator lain belum sesuai standar sehingga perlu meningkatkan pengelolaan obat pada aspek permintaan, pendistribusian, penggunaan dan pencatatan. PERENCANAAN Menurut Permenkes No 74 Tahun 2016, perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai untuk menentukan jenis dan jumlah sediaan farmasi dalam rangka pemenuhan kebutuhan Puskesmas. Perencanaan dilakukan dengan melibatkan tenaga kesehatan yang ada Puskesmas, terlihat dari artikel yang dikaji semuanya sudah mengikuti petunjuk ini yaitu dengan mengajak semua unit dalam rapat untuk menentukan kebutuhan obat seperti pada penelitian di Puskesmas Barombong, Kota Makassar Aripa, Sudarman, dan Alimin, 2019. Pemilihan merupakan tahap dalam perencanaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai. Pemilihan obat di puskesmas harus mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional DOEN dan Formularium Nasional FORNAS Kemenkes, 2019. Pada artikel yang dikaji, yaitu Puskesmas Danowudu, Kota Bitung yang dalam membuat perencanaan tidak sesuai dengan DOEN melainkan hanya dengan data sesuai dengan kebutuhan, sehingga indikator ini menjadi tidak tercapai Mailoor 2019. Sama halnya dengan Puskesmas Kasihan I, Kabupaten Bantul yang persentase kesesuaian obat di Puskesmas dengan FORNAS sebesar 96,43% yang mana tidak memenuhi target 100%, hal ini dikarenakan Puskesmas tersebut menjalankan program-program yang membutuhkan obat khusus sehingga tidak tercatat dalam daftar FORNAS Setiawati & Utami, 2020. Dalam merencanakan kebutuhan obat perlu dilakukan perhitungan secara tepat. Perhitungan kebutuhan obat untuk satu periode dapat dilakukan dengan menggunakan metode konsumsi metode yang didasarkan atas analisa data konsumsi obat periode sebelumnya dan atau metode morbiditas perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit Kemenkes, 2019. Dari hasil kajian, Puskesmas sudah menjalankan prinsip ini namun masih ada yang masih menggunakan satu metode saja. Kedua metode dapat digunakan bersama sehingga didapatkan obat yang sesuai dengan pola penyakit serta konsumsi. Masalah lain yang dapat muncul sehingga perencanaan obat menjadi maksimal adalah obat yang diajukan ke Gudang Farmasi Kabupaten tidak diberikan sesuai permintaan seperti pada Puskesmas Lambunu II dan Puskesmas Barombong Emilia 2018 dan Aripa 2019 PERMINTAAN Untuk melakukan pengadaan obat di puskesmas, dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan melakukan permintaan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan pengadaan mandiri pembelian Kemenkes, 2019. Permintaan obat puskesmas diajukan oleh kepala puskesmas kepada kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan format LPLPO. Dari artikel yang dikaji terlihat Puskesmas sudah mengikuti prosedur yang ada yaitu dengan menggunakan Lembar Permintaan dan Lembar Pemakaian Obat LPLPO yang kemudian disetujui oleh kepala puskesmas dan diajukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tepatnya Gudang Farmasi Kabupaten/Kota. Permintaan rutin dilakukan sesuai dengan jadwal yang disusun oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing puskesmas, dapat diajukan per tiga bulan sekali seperti Puskesmas Lambunu II dan Puskesmas Barombong, atau setiap bulan seperti Puskesmas Kasihan I. Tujuan dari permintaan adalah memenuhi kebutuhan sesuai dengan perencanaan kebutuhan yang telah dibuat. Namun pada akhirnya permintaan ini menjadi tidak maksimal karena tidak tersedianya stok obat di GFK, sehingga terjadi kekosongan di Puskesmas. Faktor lain yang bisa menyebabkan ketidaksesuaian permintaan ini adalah terlalu banyak Puskesmas dalam satu wilayah sehingga obat-obat terbagi-bagi dalam pendistribusiannya, sehingga permintaan tidak maksimal seperti yang terjadi di Puskesmas Danowudu. Ketidaksesuaian juga dapat terjadi karena dalam melakukan permintaan obat di beberapa periode pengelola obat tidak memperhitungkan stok optimum dan terkadang permintaan yang direncanakan berlebih atau kurang seperti yang terjadi di Puskesmas Kasihan I. PENERIMAAN Penerimaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai pada hakikatnya adalah suatu kegiatan dalam menerima sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota atau hasil pengadaan Puskesmas secara mandiri sesuai dengan permintaan yang telah diajukan Permenkes No 74 Tahun 2016. Dari artikel yang dikaji, hanya satu Puskesmas yang menjelaskan mengenai indikator ini, yaitu Puskesmas Danowudu. Dari hasil penelitian di Puskesmas tersebut, didapatkan hasil bahwa masih belum maksimalnya penerimaan di Puskesmas karena belum sejalan dengan tujuan awal dari penerimaan itu. Pada Puskesmas Danowudu pernah terjadi ketidaksesuaian obat baik bentuk, jenis, dan jumlah obat di Puskesmas yang telah diajukan kepada Dinas Kesehatan Kota Bitung. Ketidaksesuaian tersebut disebabkan oleh pihak petugas Dinas Kesehatan yang salah dalam mengangkut persediaan obat yang dibawa ke Puskesmas. Pihak Puskesmas Danowudu sendiri selalu menyesuaikan dengan LPLPO yang sudah diajukan dan memperhatikan pula jumlah kemasan, jenis, persyaratan keamanan, khasiat dan mutu dari obat. PENYIMPANAN Penyimpanan merupakan suatu kegiatan pengaturan terhadap Sediaan Farmasi yang diterima agar aman tidak hilang, terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan Permenkes No 74 Tahun 2016. Tujuan dari penyimpanan adalah untuk memelihara mutu sediaan farmasi, menghindari penggunaan yang tidak bertanggungjawab, menjaga ketersediaan, serta memudahkan pencarian dan pengawasan Kemenkes, 2019. Terdapat beberapa aspek umum dalam penyimpanan yaitu Kemenkes, 2019 a. Persediaan disimpan di gudang obat yang dilengkapi lemari dan rak –rak penyimpanan obat b. Suhu ruang stabil bagi obat c. Sediaan farmasi dalam jumlah besar bulk disimpan diatas pallet, teratur dengan memperhatikan tanda-tanda khusus d. .Penyimpanan sesuai alfabet atau kelas terapi dengan sistem, First Expired First Out FEFO, high alert dan life saving obat emergency e. Sediaan psikotropik dan narkotik disimpan dalam lemari terkunci dan kuncinya diamankan f. Sediaan farmasi dan BMHP yang mudah terbakar, disimpan di tempat khusus dan terpisah dari obat lain g. Tersedia lemari pendingin untuk penyimpanan obat tertentu yang disertai dengan alat pemantau dan kartu suhu yang diisi setiap harinya h. Tempat penyimpanan obat termasuk dalam prioritas yang mendapatkan listrik cadangan i. Obat yang mendekati kadaluarsa diberikan penandaan khusus dan diletakkan ditempat yang mudah terlihat j. Inspeksi/pemantauan secara berkala terhadap tempat penyimpanan obat Dari aspek-aspek umum tersebut Puskesmas Danowudu sudah menerapkan penyimpanan yang baik bagi obat. Hal ini dibuktikan dengan semua obat yang tersedia disimpan dalam lemari yang terjamin keamanan dan stabilitasnya, juga sudah memperhatikan pencahayaan ruangan, suhu dan kelembabannya. Puskesmas Lambunu II termasuk yang belum menerapkan minimal penyimpanan yang baik bagi obat, karena dalam Puskesmas tersebut lemari penyimpanan belum mampu menampung semua obat serta belum adanya pendingin ruangan pada gudang obat. Pada Puskesmas Kasihan I juga penyimpanan obat belum berjalan baik, hal ini dibuktikan dengan banyaknya injeksi dan infus yang tidak terpakai serta obat-obatan yang rusak, kejadian ini dikarenakan oleh adanya renovasi gedung rawat inap Puskesmas sehingga pelayanan rawat inap tidak berjalan. PENDISTRIBUSIAN Pendistribusian adalah kegiatan pengeluaran dan penyerahan sediaan farmasi dan BMHP dari puskesmas induk untuk memenuhi kebutuhan pada jaringan pelayanan puskesmas Kemenkes, 2019. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan Sediaan Farmasi sub unit pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah dan waktu yang tepat Permenkes No 74 Tahun 2016. Pendistribusian ke sub unit ruang rawat inap, UGD, dan lain-lain dilakukan dengan cara pemberian Obat sesuai resep yang diterima floor stock, pemberian Obat per sekali minum dispensing dosis unit atau kombinasi. Menurut artikel yang dikaji, Puskesmas sudah menerapkan pendistribusian ke sub unit dengan baik, kadang dilakukan perminggu atau perbulan seperti pada Puskesmas Barombong. Masalah yang dihadapi dalam pendistribusian ini erat kaitannya dengan GFK yang mendistribusikan sediaan farmasi tidak sesuai dengan LPLPO karena ketidaksediaan atau karena waktu pendistribusian yang lama karena harus menyesuaikan yang diajukan dalam LPLPO. Sediaan yang didistribusikan oleh GFK terkadang kurang, berlebih atau diganti dengan obat yang memiliki kandungan yang sama. PENCATATAN DAN PELAPORAN Menurut Kemenkes 2019 pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memonitor keluar dan masuknya obat di Puskesmas yang dapat dilakukan melalui manual ataupun digital. Pada umumnya pemasukan dan pengeluaran obat dicatat dalam buku catatan pemasukan dan pengeluaran obat dan kartu stok. Petugas kefarmasian harus mencatat setiap penerimaan dan pengeluaran obat di puskesmas. Dari artikel yang dikaji, pencatatan dan pelaporan sudah dilakukan dengan baik seperti pada Puskesmas Danowudu yang setiap bulannya kepala gudang obat di Puskesmas dan kepala gudang bertanggung jawab dalam pencatatan dan pelaporan supaya didapatkan laporan yang lengkap. Tujuan dari pencatatan antara lain sebagai bukti bahwa pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai telah dilakukan, sebagai sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian, dan dijadikan sumber data untuk pembuatan laporan Permenkes No 74 Tahun 2016. Namun perlu diperhatikan, pencatatan dan pelaporan bisa saja terjadi ketidaksesuaian seperti terjadi human error, kesalahan perhitungan, lupa mencatat saat pengambilan atau memasukan obat serta kurang fokus dalam bekerja akibat beban kerja karena situasi Puskesmas yang sedang banyak dikunjungi oleh Pasien. KESIMPULAN Dari aspek-aspek yang dinilai untuk pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai, didapatkan masih kurang optimalnya segala aspek. Hal ini bisa disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal dari Puskesmas. Dari aspek perencanaan, terlihat berbagai masalah yang timbul seperti tidak mengikuti DOEN dan FORNAS, kesalahan perhitungan dalam metode yang digunakan atau ketidaksediaan obat di GFK. Dari aspek permintaan menjadi tidak tercapai karena kebutuhan Puskesmas tidak terpenuhi melalui permintaan yang sudah diajukan. Aspek penerimaan pun begitu pula, terdapat ketidaksesuaian obat yang diberikan oleh GFK kepada Puskesmas sehingga stok obat bisa saja habis atau kelebihan. Aspek penyimpanan berkaitan dengan sarana dan prasarana yang belum memadai di tiap Puskesmas sehingga obat menjadi mudah rusak. Aspek pendistribusian permasalahan yang ditemui kembali lagi kepada pihak Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten yang tidak bisa memberikan permintaan dari Puskesmas serta keterlambatan waktu pengiriman. Aspek pencatatan dan pelaporan sudah cukup baik dilakukan, tetapi tetap terjadi ketidaksesuaian karena faktor dari manusia itu sendiri. DAFTAR PUSTAKA Aripa, L., Sudarman, S. and Alimin, B., 2019. Pelaksanaan Pengelolaan Obat di Puskesmas Brombong Kota Makassar. JURNAL Promotif Preventif, 12, Emilia, E., Sudirman and Yusuf, H., 2018. Manajemen Pengelolaan Obat Di Puskesmas Lambunu 2 Kabupaten Parigi Moutong. Jurnal Kolaboratif Sains, 11, Fransiska, M. and Piter, 2019. Evaluasi Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian Puskesmas Sesuai Permenkes RI Tahun 2016 pada Puskesmas Tingkat Kecamatan Wilayah Jakarta Utara. Social Clinical Pharmacy Indonesia Journal, [online] 42, Available at . Kementerian Kesehatan RI, 2019. Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas. Kemenkes RI 2019, . Lampiran Peraturan Presiden No 72 Tahun 2021. Mailoor, Maramis, and Mandagi, 2019. Analisis Pengelolaan Obat Di Puskesmas Danowudu Kota Bitung. Kesmas National Public Health Journal, [online] 63, Available at . Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2019 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat Setiawati, Utami, P., Farmasi, Yogyakarta, and Yogyakarta, 2020. Evaluasi Pengelolaan Obat di Puskesmas Kasihan 1 Tahun 2019. 2020. Sulistyowati, Restyana, A. and Yuniar, 2020. Evaluasi Pengelolaan Obat Di Puskesmas Wilayah Kabupaten Jombang Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi. Jurnal Inovasi Farmasi Indonesia JAFI, 12, Wahyuni, A., Aryzki, Saftia and Feteriah, I., 2021. Evaluasi Pengelolaan Sediaan Farmasi Dan Bahan Medis Habis Pakai Di Puskesmas Landasan Ulin Kota Banjarbaru. Jurnal Insan Farmasi Indonesia, 41, ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Wahyuni Saftia AryzkiIta FeteriahPembangunan kesehatan adalah suatu upaya yang bertujuan untuk membangun kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup bagi setiap orang agar dapat memperoleh derajat kesehatan yang setinggi tingginya. Pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai melalui pelayanan kefarmasian di puskesmas meliputi beberapa kegiatan yaitu perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian dan administrasi. Tujuannya adalah untuk menjamin ketersediaan dan keterjangkauan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai yang efisien, efektif dan rasional. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif observatif. Populasi dan sampel adalah seluruh data pengelolaan obat yang mencakup perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan administrasi Puskesmas Tahun 2019 dan 2020. Tempat dan waktu penelitian; tempat di Puskesmas Landasan Ulin Banjarbaru pada bulan Maret-April 2020. Data digunakan berupa lembar obsevasi dengan pengolahan data kesesuaiannya dengan SOP Kefarmasian dan Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Kemenkes RI Tahun 2019 serta faktor yang mempengaruhi ketidaksesuaiannya Data dikumpulkan secara langsung menggunakan lembar observasi. Hasil penelitian menunjukkan kegiatan pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai belum semuanya sesuai dengan pedoman yaitu SOP Kefarmasian di Puskesmas dan Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Kemenkes RI Tahun Dinah SulistyowatiAnggi RestyanaArlita Wulan YuniarPengelolaan obat merupakan aspek penting dalam pelayanan kefarmasian. Obat hendaknya dikelola secara optimal untuk menjamin tercapainya tepat jenis, jumlah, penyimpanan, waktu pendistribusian, penggunaan dan mutu di tiap unit pelayanan kesehatan. Pengelolaan obat di Puskesmas meliputi perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, distribusi, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, administrasi, serta pemantauan dan evaluasi pengelolaan obat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil evaluasi pengelolaan obat di Puskesmas wilayah Kabupaten Jombang dan faktor-faktor yang mempengaruhi dengan menggunakan 8 ini menggunakan metode observasional dengan pendekatan deskriptif. Wawancara dan kuisioner kepada pengelola obat Puskesmas sebagai data primer dan LPLPO, RKO, laporan tahunan, kartu stok obat, daftar harga obat, dan catatan harian penggunaan obat sebagai data pengelolaan obat di Puskesmas wilayah Kabupaten Jombang masih belum memenuhi standar yang ditetapkan karena diperoleh hasil ketepatan perencanaan obat 59,89%; tingkat ketersediaan obat 83,17%; kesesuaian item obat yang tersedia dengan DOEN 2017 99,58%; persentase rata-rata waktu kekosongan obat 27,60%; ketepatan distribusi obat 73,01%; persentase obat yang tidak diresepkan 6,19%; persentase obat kedaluwarsa 3,62% dengan nilai sebesar Rp. 27. dan persentase obat rusak 0,26% dengan nilai sebesar Rp. Sistem pengelolaan obat di Puskesmas wilayah Kabupaten Jombang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kurang tepatnya perencanaan obat, kesalahan perhitungan kebutuhan obat, kurang komunikasi, waktu tunggu kedatangan obat, dan masa kedaluwarsa obat yang Pengelolaan Obat Di Puskesmas Lambunu 2 Kabupaten Parigi MoutongE EmiliaSudirmanH YusufEmilia, E., Sudirman and Yusuf, H., 2018. Manajemen Pengelolaan Obat Di Puskesmas Lambunu 2 Kabupaten Parigi Moutong. Jurnal Kolaboratif Sains, 11, Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian Puskesmas Sesuai Permenkes RI Tahun 2016 pada Puskesmas Tingkat Kecamatan Wilayah Jakarta UtaraM FransiskaPiterFransiska, M. and Piter, 2019. Evaluasi Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian Puskesmas Sesuai Permenkes RI Tahun 2016 pada Puskesmas Tingkat Kecamatan Wilayah Jakarta Utara. Social Clinical Pharmacy Indonesia Journal, [online] 42, Available at < Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian Di PuskesmasR I Kementerian KesehatanKementerian Kesehatan RI, 2019. Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian Di Pengelolaan Obat Di Puskesmas Danowudu Kota Bitung. Kesmas National Public Health JournalR J MailoorF R R MaramisC K F MandagiMailoor, Maramis, and Mandagi, 2019. Analisis Pengelolaan Obat Di Puskesmas Danowudu Kota Bitung. Kesmas National Public Health Journal, [online] 63, Available at < .
  • gmy19zrdgy.pages.dev/13
  • gmy19zrdgy.pages.dev/190
  • gmy19zrdgy.pages.dev/754
  • gmy19zrdgy.pages.dev/582
  • gmy19zrdgy.pages.dev/730
  • gmy19zrdgy.pages.dev/772
  • gmy19zrdgy.pages.dev/535
  • gmy19zrdgy.pages.dev/242
  • gmy19zrdgy.pages.dev/56
  • gmy19zrdgy.pages.dev/423
  • gmy19zrdgy.pages.dev/614
  • gmy19zrdgy.pages.dev/897
  • gmy19zrdgy.pages.dev/829
  • gmy19zrdgy.pages.dev/920
  • gmy19zrdgy.pages.dev/865
  • inovasi farmasi di puskesmas